Rabu, 06 Maret 2013

MA LIMA PERILAKU PANTANGAN MASYARAKAT JAWA



Dalam katalog naskah Jawa baik yang disusun oleh Girardet (1983), Behrend (1990) maupun Florida (1993) tercatat puluhan naskah yang mengungkap perilaku ma lima.
Naskah-naskah tersebut tersimpan dalam berbagai museum dan perpustakaan di Yogyakarta dan Surakarta.

Namun yang paling menarik dan signifikan untuk dikaji adalah munculnya variasi teks dalam sejumlah naskah. Variasi teks tersebut tampak sebagai keterkaitan antarteks atau mempunyai hubungan intertekstualitas sebagaimana penelitian Asna (2001).

Hal itu merupakan tanggapan pembaca terhadap perilaku ma lima .
Adapun naskah-naskah yang mengungkap teks ma lima tersebut adalah
Serat Ma lima, Serat Brancuhan II, Serat Manising Mim, Serat Mim Pitu, dan Serat Mim Sanga.
Serat Ma Lima yang disebut juga dengan Serat Madat Madon Minum Main Maling merupakan koleksi dari Perpustakaan Sasana Pustaka Kraton Kasunanan Surakarta dengan nomor naskah 216 Ha; SMP 141/7 KS: 387.Naskah tersebut ditulis oleh Kalanindi (Kudapralebda) dalam bentuk tembang berbahasa Jawa Baru yang disisipi bahasa Kawi.

Teks tersebut berisi piwulang atau ajaran tentang kesulitan hidup akibat perilaku ma lima, yaitu :
1.      Madat (menghisap candu),
2.      Madon (suka melacur),
3.      Minum (mabuk minuman keras),
4.      Main (berjudi), dan
5.      Maling (mencuri)

Bibit – Bobot – Bebet

Fatwa leluhur tersebut bermaksud agar orangtua malaksanakan pemilihan yang seksama akan calon menantunya atau bagi yang berkepentingan memilih calon teman hidupnya.
Pemilihan ini jangan dianggap sebagai budaya pilih-pilih kasih, tapi sebenarnya lebih kepada kecocokan multi dimensi antara sepasang anak manusia.
Kriteria yang dimaksud yaitu :

1.      Bibit : yang berarti biji / benih.
2.      Bebet : yang berarti jenis / tipe.
3.      Bobot : yang berarti nilai / kekuatan.

Untuk memilih menantu pria atau wanita, memilih suami atau isteri oleh yang berkepentingan, sebaiknya memilih yang berasal:
Dari benih (bibit) yang baik, Dari jenis (bebet) yang unggul, Dan yang nilai (bobot) yang berat.

Fatwa itu mengandung anjuran pula, janganlah orang hanya semata-mata memandang lahiriah yang terlihat berupa kecantikan dan harta kekayaan.
Pemilihan yang hanya berdasarkan wujud lahiriah dan harta benda dapat melupakan tujuan “ngudi tuwuh” mendapatkan keturunan yang baik, saleh, berbudi luhur, cerdas, sehat wal afiat, dsb.