Jumat, 18 Oktober 2013

Watek Jawa

Wong Jawa iku nduwé watek utawakarakter sing sumberé saka kahanan "slamet", dadi kabèh sing dilakonikudu nglairak kahanan sing sarwa slamet. Kahanan iki mung bisa digayuh yènkabèh pasangan (urip mati, lanang wadon, awan bengi lan liya-liyané) bisaharmonis.

Kanggo njaga kahanan bèn tetepharmonis, wong Jawa kudu bisa ngoncati masalah sing bisa ngganggu kaharmonisanlan uga kudu isa isa ngatasi masalah kanggo mbalèkaké kaharmonisan sing wis keganggu. Tujuanpungkasan urip harmonis iku kanggo nggayuh cita-cita utama wong Jawa yaiku manunggaling kawula lanGusti. Tujuan iki bisa digayuh yèn wong Jawa bisa dadi menungsa singutuh utawa dadi Aji saka liwat ajaran Kalimasada.

Miturut Serat  Wulangrèh[1],hubungan sosial isih ngugemi sipat tradisional kanthi urutan miturut umur, pangkat, bandha, lan awu ’tali kekerabatan’. Konflik tinarbukasak bisa-bisané diendhani. Donya lair kang ideal yakuwi donya kang saimbang lanselaras, kaya déné kasaimbangan lan keselarasan lahir lan batin. Urip ora bakalnandang cacat yèn batiné tetep waspada. Kawaspadan batin kang terusterusan iku bakal nyegah tingkah laku, wicara lan celathu sing kurang patut.Ngurangi mangan lan turu iku minangka latihan kang utama kanggo ngéntukakékawaspadan batin.

Saliyané kawaspadan batin ugadiendhani watak sing ora becik, yaiku watak adigang,adigunglan adiguna.Suwaliké kudu miara watak “ rèh “, sabar lan “ ririh “ , ora kesusu lanati-ati. Kelakuan kang nguntungaké awaké dhéwé lan ngrugèkaké liyan kududiéndhani, ngapusi (dora), nyengit lan sawenang-wenang kududiadohi. Yèn batinné wiswaspada, tingkah lakuné kudu sopan, tingkah laku sopan yakuwi tingkahlaku kang :
  1. Deduga, “ ditimbang kanthi premanasadurungé nglangkah”
  2. Prayoga, “ ditimbang apik alané “
  3. Watara, “ dipikir matengsakdurungé mènèhiputusan “
  4. Reringa, “ sakdurungé yakin tenan tumrapkeputusané iku “

Cangkriman Tembang

Cangkriman iku unèn-unèn utawa ukara kang kudu dibatang. Cangkriman umumé kanggo gégojégan. Ana uga cangkriman kang digawé sayembara ing lakon wayang. Cangkriman ana werna-werna, yaiku: cangkriman wancahan, pepindhan, lan blèndèran (plèsèdan). Ana uga wangsalan kang dijawab dhéwé.

CANGKRIMAN TEMBANG
Umumnya adalah tembang Pucung. Beberapa tembang yangsempat saya kumpulkan adalah:
  1. Tembang Asmaradhana: Wonten ta dhapur sawiji; Tanpa sirah tanpa tenggak; Mung gatraningweteng bae; Miwah suku kalihira; Nging tanpa dlamakan; Kanthaning bokongkadulu; Rumaket ing para priya (Adalah suatu wujud; Tanpa kepala tanpaleher; Hanya berbentuk perut saja; Dan kaki keduanya; Tetapi tanpa telapakkaki; Bentuknya bokong dapat dilihat; Akrab pada para pria). Jawabnya: Celana.Catatan: Pada masa itu belum banyak wanita yang memakai celana luar. Sehinggaketerangan terakhirnya “ Rumaket ing para priya”
  2. Tembang Kinanthi: Wonten putri luwih ayu; Tan ana ingkang tumandhing; Sariranira sangretna; Owah-owah saben ari; Yen rina kucem kang cahya; mung ratri mancur nelahi(Ada putri amat cantik; tidak ada yang menandingi; badan sang dewi; Berubahsetiap hari; Kalau siang suram cahayanya; Hanya pada malam hari bersinarcahayanya). Jawaban: Rembulan
  3. Tembang Pangkur: (Yang ini cangkriman blenderanberbentuk tembang) Badhenen cangkrimaningwang; Tulung-tulung ana gedhang awoh gori; Ana pitik ndhase telu; Gandhenanaendhase; Kyai Dhalang yen mati sapa sing mikul; Ana buta nunggang grobag;Selawe sunguting gangsir. Jawaban: a. Gedhang awoh gori maksudnya gedhangawoh ditegori, pisang berbuah ditebangi; b. Pitik ndhase telu maksudnya pitikndhase dibuntel wulu, ayam kepalanya dibungkus bulu; c. Ki Dhalang maksudnyakadhal dan walang, atau belalang. Jadi kalau mati ya tidak ada yang memikul; d.Ana buta nunggang grobag, maksudnya tebu ditata, tebu setelah ditata dimasukkangerobak, kalau sekarang masuk truk; Selawe sunguting gangsir, maksudnya selaweadalah sak lawe, sebesar lawe atau benang tenun.
  4. Tembang Pucung: Bapak pucung cangkemu marep mandhuwur; Sabane ing sendhang; pencokanelambung kering; Prapteng wisma si pucung mutah kuwaya (Bapak pucung mulutmumenghadap ke atas; Perginya ke mata air; Hinggapnya di pinggang kiri; Sampairumah si pucung memuntahkan air). Jawab: Klenthing tempat air
  5. Tembang Pucung: Bapak pucung dudu watu dudu gunung; Sangkamu ing sabrang; Ngon ingonesang Bupati; Yen lumampah si pucung lembehan grana (Bapak pucung bukan batubukan gunung; Asalmu dari tanah seberang; Piaraan sang Bupati; Kalau berjalansi pucung berlenggang hidung). Jawab: gajah
  6. Tembang Pucung: Bapak pucung renten-renteng kaya kalung; Dawa kaya ula; Pencokanmu wesimiring; Sing disaba si pucung mung turut kutha (Bapak pucung berangkaiseperti kalung; Panjang laksana ular; Tempat bertenggermu besi miring; Yangdidatangi si pucung dari kota ke kota). Jawab: kereta api
  7. Tembang Pucung: Namung tutuk; Lan netra kalih kadulu; Yen pinet kang karya; Sinuduknetrane kalih; Yeku saratira bangkit ngemah-ngemah (Hanya mulut; Dan matadua terlihat; Bila diminta kinerjanya; ditusukkan matanya yang dua; Itulahsyarat dia mengunyah). Jawabannya: Gunting

Pemimpin: Menurut Filosofi Jawa

KONSEP hasthabrata muncul dalamcerita pewayangan Jawa dengan lakon 'Iwahyu Makutharama' yangmengisahkan tentang pemberian wejangan (fatwa) seorang Pandita bernamaWiswamitra yang ditujukan kepada Sri Rama yang akan dinobatkan menjadi rajamenggantikan ayahandanya.

Konon, ajaran "Hasthabrata" tersebut selaludipedomani untuk dijadikan fatwa terhadapputra mahkota yang akan dinobatkanmenjadi raja-raja Jawa. Hasthabrata terdiri dari kata hastha yang berartidelapan dan kata brata yang berarti sifat baik.

Brata yang pertama adalah SURYA yangberarti matahari. Sifat menerangi yang dimiliki oleh matahari dalam bahasa jawadimaknai sebagai 'gawe pepadang marang ruwet rentenging liyan' yangberarti harus mampu membantu mengatasi kesulitan atau memecahkanproblem-problem yang dihadapi oleh anak buahnya.

Brata yang kedua adalah BAWANA yangberarti bumi. Bumi diibaratkan sebagai ibu pertiwi. Sebagai ibu pertiwi, bumimemiliki peran sebagai ibu, yang memiliki sifat keibuan, yang harus memeliharadan menjadi pengasuh, pemomong, dan pengayom bagi makhluk yang hidup di bumi.Implementasinya adalah kalau sanggup menjadi pemimpin harus mampu mengayomidanmelindungi anak buahnya.

Brata yang ketiga adalah CANDRA yangberarti bulan. Implementasinya bagi pemimpin ialah pemimpin dalam memperlakukananak buahnya harus dilandasi oleh aspek-aspek sosio-emosional. Pemimpin harusmemperhatikan harkat dan mertabat pengikutnya sebagai sesama. Terhadappengikutnya harus menghormati sebagai sesama manusia. Dalam konsep Jawa hal inidisebut 'nguwongke'.

Brata keempat adalah KARTIKA yangberarti bintang. Bintang dapat menggambarkan dambaan cita-cita, tumpuanharapan, sumber inspirasi. Seorang pemimpin harus memiliki cita-cita yangtinggi, berpandangan jauh kedepan, pemberi arah, sumber inspirasi, dan tumpuanharapan.

Brata yang kelima adalah TIRTA yangberarti air. Seorang pemimpin harus mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diridengan siapapun termasuk pengikutnya (adaptif). Air selalu mengalir ke bawah,artinya pemimpin harus memperhatikan potensi, kebutuhan dan kepentinganpengikutnya, bukan mengikuti kebutuhan atasannya.

Brata yang keenam adalah MARUTA, yangberarti angin. Secara alami angin memiliki sifat menyejukkan, angin membuatsegar bagi orang yang kepanasan. Angin sifatnya sangat lembut. Seorang pemimpinharus bisa membuat suasana kepemimpinan sejuk, harmonis, dan menyegarkan.
Brata yang ketujuh adalah DAHANA, yangberarti api. Secara alami, api memiliki sifat panas, dan dapat membakar.Seorang pemimpim memiliki sifat pembakar semangat, pengobar semangat, danmemiliki peran sebagai motivator dan inovator bagi pengikutnya.

Brata yang kedelapan adalah SAMODRA, yangberarti lautan atau samudra. Pemimpin harus memiliki wawasan yang luas dandalam, seluas dan sedalam samudra. Samudra juga bersifat menampung seluruh airdan benda-benda yang mengalir kearah laut. Seorang pemimpin harus memilikisifat menampung semua kebutuhan, kepentingan, dan isi hati dari pengikutnya,serta pemimpin harus bersifat aspiratif.

Dalam teori kepemimpinan yang lain ada beberapafilsafat lagi yang banyak dipakai, agar setiap pemimpin (Khususnya dari Jawa)memiliki sikap yang tenang dan wibawa agar masyarakatnya dapat hidup tenangdalam menjalankan aktifitasnya seperti falsafah: Ojo gumunan, ojo kagetanlan ojo dumeh.

Maksudnya, sebagai pemimpin janganlah terlaluterheran-heran (gumun) terhadap sesuatu yang baru (walau sebenarnyaamat sangat heran), tidak menunjukkan sikap kaget jika ada hal-hal diluardugaan dan tidak boleh sombong (dumeh) dan aji mumpung sewaktu menjadiseorang pemimpin.Intinya falsafah ini mengajarkan tentang menjaga sikap danemosi bagi semua orang terutama seorang pemimpin.

Rabu, 06 Maret 2013

MA LIMA PERILAKU PANTANGAN MASYARAKAT JAWA



Dalam katalog naskah Jawa baik yang disusun oleh Girardet (1983), Behrend (1990) maupun Florida (1993) tercatat puluhan naskah yang mengungkap perilaku ma lima.
Naskah-naskah tersebut tersimpan dalam berbagai museum dan perpustakaan di Yogyakarta dan Surakarta.

Namun yang paling menarik dan signifikan untuk dikaji adalah munculnya variasi teks dalam sejumlah naskah. Variasi teks tersebut tampak sebagai keterkaitan antarteks atau mempunyai hubungan intertekstualitas sebagaimana penelitian Asna (2001).

Hal itu merupakan tanggapan pembaca terhadap perilaku ma lima .
Adapun naskah-naskah yang mengungkap teks ma lima tersebut adalah
Serat Ma lima, Serat Brancuhan II, Serat Manising Mim, Serat Mim Pitu, dan Serat Mim Sanga.
Serat Ma Lima yang disebut juga dengan Serat Madat Madon Minum Main Maling merupakan koleksi dari Perpustakaan Sasana Pustaka Kraton Kasunanan Surakarta dengan nomor naskah 216 Ha; SMP 141/7 KS: 387.Naskah tersebut ditulis oleh Kalanindi (Kudapralebda) dalam bentuk tembang berbahasa Jawa Baru yang disisipi bahasa Kawi.

Teks tersebut berisi piwulang atau ajaran tentang kesulitan hidup akibat perilaku ma lima, yaitu :
1.      Madat (menghisap candu),
2.      Madon (suka melacur),
3.      Minum (mabuk minuman keras),
4.      Main (berjudi), dan
5.      Maling (mencuri)

Bibit – Bobot – Bebet

Fatwa leluhur tersebut bermaksud agar orangtua malaksanakan pemilihan yang seksama akan calon menantunya atau bagi yang berkepentingan memilih calon teman hidupnya.
Pemilihan ini jangan dianggap sebagai budaya pilih-pilih kasih, tapi sebenarnya lebih kepada kecocokan multi dimensi antara sepasang anak manusia.
Kriteria yang dimaksud yaitu :

1.      Bibit : yang berarti biji / benih.
2.      Bebet : yang berarti jenis / tipe.
3.      Bobot : yang berarti nilai / kekuatan.

Untuk memilih menantu pria atau wanita, memilih suami atau isteri oleh yang berkepentingan, sebaiknya memilih yang berasal:
Dari benih (bibit) yang baik, Dari jenis (bebet) yang unggul, Dan yang nilai (bobot) yang berat.

Fatwa itu mengandung anjuran pula, janganlah orang hanya semata-mata memandang lahiriah yang terlihat berupa kecantikan dan harta kekayaan.
Pemilihan yang hanya berdasarkan wujud lahiriah dan harta benda dapat melupakan tujuan “ngudi tuwuh” mendapatkan keturunan yang baik, saleh, berbudi luhur, cerdas, sehat wal afiat, dsb.